Tidak terasa Liga
Inggris tinggal menyisakan 7 pekan lagi. Detak jantung pun semakin berdebar. Persaingan
antar tim pun semakin ramai. Lengan baju siap disingsingkan demi target yang
sudah dicanangkan. Dalam waktu kurang lebih satu bulan, akan banyak pergeseran yang
terjadi di papan klasemen, baik perebutan zona Eropa maupun zona degradasi. Zona
Eropa masih diperebutkan tim-tim elite, yang tentunya sudah tidak asing dalam
beberapa tahun terakhir. Tidak seperti
zona degradasi yang diperebutkan oleh tim-tim ”baru”, sebut saja Aston
Villa, Sunderland bahkan Newcastle pun ikut terseret. Hal yang tidak jauh beda
dialami oleh tiga tim promosi, yaitu Reading, Southampton, dan West Ham, yang
promosi hanya untuk “bersaing” terdegradasi lagi.
Jika membahas zona
degradasi, ada satu tim, yaitu Wigan yang menjadi tim yang berpengalaman lolos
dari jeratan degradasi. Sudah tiga musim terakhir mereka mengalaminya. Entah
kenapa Wigan hanya tampil menggila menjelang akhir musim. Kalau saja bisa main
bagus dari awal musim, mungkin mereka bisa merebut tiket ke Eropa. Sepertinya
ramuan dari sang mentor, Roberto Martinez, baru manjur di akhir-akhir
kompetisi. Entahlah. Namun, bukan Wigan yang akan saya bahas disini. Saya lebih
tertarik untuk membahas Queens Park Rangers (QPR).
Klub asal London Barat
yang dimiliki oleh pengusaha asal Malaysia Tony Fernandes tersebut sekarang
berada di posisi 19 dan memiliki poin sama dengan Reading, sang juru kunci.
Posisi yang tidak akan mereka duga sebelumnya. Pasukan R’s bukan cuma butuh
semangat yang ekstra tinggi, tetapi juga butuh sedikit keberuntungan untuk
lolos dari jeratan degradasi. Seharusnya mereka bisa menjadikan pengalaman di
musim lalu, yang posisi amannya baru ditentukan di detik-detik akhir
pertandingan, sebagai pelajaran. Penunjukkan Harry Redknapp pada 24 November
2012 untuk menggantikan Mark Hughes pun, yang belum satu tahun menjabat sebagai
pelatih, tidak membawa perubahan, setidaknya sampai saat ini. Padahal dia dikenal
dengan julukan Harry Houdini karena bisa membuat tim yang ditanganinya baik
dari papan tengah/papan bawah menjadi tim yang disegani. Disamping itu, pembelian
besar-besaran di awal dan pertengahan musim tidak berpengaruh banyak. Sangat
disayangkan sekali, dengan modal besar dan pelatih hebat berpengalaman, QPR
hanya bersaing untuk menghindari zona degradasi.
Jika QPR terdegradasi,
bukan berarti mendoakan buruk, tentu ada banyak pemain yang akan pergi dari
klub ini dan dibeli klub lain. Banyak pemain-pemain berpengalaman merumput di
Loftus Road, seperti Julio Cesar, Park Ji Sung, dan Jose Bosingwa, yang pernah merasakan
menjadi juara Liga Champion di klub mereka sebelumnya. Ditambah Jermaine Jenas,
Bobby Zamora, dan Christoper Samba yang telah malang melintang di Liga Inggris.
Belum lagi pemain-pemain muda berbakat seperti Adel Taraabt dan David Hoillet. Investasi
sang pemilik berbentuk pemain-pemain tersebut jadi terasa sia-sia. Rasanya QPR seperti
toko saja, yang menyajikan barang-barang terbaik untuk dijual kepada para
pembeli. Akankah R’s rela?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar