Jumat, 05 April 2013

AKANKAH QPR MENJADI “TOKO” PEMAIN?



Tidak terasa Liga Inggris tinggal menyisakan 7 pekan lagi. Detak jantung pun semakin berdebar. Persaingan antar tim pun semakin ramai. Lengan baju siap disingsingkan demi target yang sudah dicanangkan. Dalam waktu kurang lebih satu bulan, akan banyak pergeseran yang terjadi di papan klasemen, baik perebutan zona Eropa maupun zona degradasi. Zona Eropa masih diperebutkan tim-tim elite, yang tentunya sudah tidak asing dalam beberapa tahun terakhir. Tidak seperti  zona degradasi yang diperebutkan oleh tim-tim ”baru”, sebut saja Aston Villa, Sunderland bahkan Newcastle pun ikut terseret. Hal yang tidak jauh beda dialami oleh tiga tim promosi, yaitu Reading, Southampton, dan West Ham, yang promosi hanya untuk “bersaing” terdegradasi lagi.
Jika membahas zona degradasi, ada satu tim, yaitu Wigan yang menjadi tim yang berpengalaman lolos dari jeratan degradasi. Sudah tiga musim terakhir mereka mengalaminya. Entah kenapa Wigan hanya tampil menggila menjelang akhir musim. Kalau saja bisa main bagus dari awal musim, mungkin mereka bisa merebut tiket ke Eropa. Sepertinya ramuan dari sang mentor, Roberto Martinez, baru manjur di akhir-akhir kompetisi. Entahlah. Namun, bukan Wigan yang akan saya bahas disini. Saya lebih tertarik untuk membahas Queens Park Rangers (QPR).
Klub asal London Barat yang dimiliki oleh pengusaha asal Malaysia Tony Fernandes tersebut sekarang berada di posisi 19 dan memiliki poin sama dengan Reading, sang juru kunci. Posisi yang tidak akan mereka duga sebelumnya. Pasukan R’s bukan cuma butuh semangat yang ekstra tinggi, tetapi juga butuh sedikit keberuntungan untuk lolos dari jeratan degradasi. Seharusnya mereka bisa menjadikan pengalaman di musim lalu, yang posisi amannya baru ditentukan di detik-detik akhir pertandingan, sebagai pelajaran. Penunjukkan Harry Redknapp pada 24 November 2012 untuk menggantikan Mark Hughes pun, yang belum satu tahun menjabat sebagai pelatih, tidak membawa perubahan, setidaknya sampai saat ini. Padahal dia dikenal dengan julukan Harry Houdini karena bisa membuat tim yang ditanganinya baik dari papan tengah/papan bawah menjadi tim yang disegani. Disamping itu, pembelian besar-besaran di awal dan pertengahan musim tidak berpengaruh banyak. Sangat disayangkan sekali, dengan modal besar dan pelatih hebat berpengalaman, QPR hanya bersaing untuk menghindari zona degradasi.
Jika QPR terdegradasi, bukan berarti mendoakan buruk, tentu ada banyak pemain yang akan pergi dari klub ini dan dibeli klub lain. Banyak pemain-pemain berpengalaman merumput di Loftus Road, seperti Julio Cesar, Park Ji Sung, dan Jose Bosingwa, yang pernah merasakan menjadi juara Liga Champion di klub mereka sebelumnya. Ditambah Jermaine Jenas, Bobby Zamora, dan Christoper Samba yang telah malang melintang di Liga Inggris. Belum lagi pemain-pemain muda berbakat seperti Adel Taraabt dan David Hoillet. Investasi sang pemilik berbentuk pemain-pemain tersebut jadi terasa sia-sia. Rasanya QPR seperti toko saja, yang menyajikan barang-barang terbaik untuk dijual kepada para pembeli. Akankah R’s rela?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar